Musk dan Zuckerberg Siap Baku Hantam di Ring!

Musk dan Zuckerberg Siap Baku Hantam di Ring!

Teknologi 89

“Saya siap bertarung dengan dia di ring,” tulis Elon Musk di akun X pribadinya. 

Shop with Me

Bola basket
IDR 1.099.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Sweetshirt dress by H&M
IDR 200.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Humanist
IDR 520.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Tas Selempang Wanita Inara / Tas Bahu Wanita Kekinian
IDR 32.500
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang

Tak lama kemudian, orang yang dimaksud Musk membalas di akun Instagram pribadinya, “Kirimkan lokasinya.” Orang itu adalah Mark Zuckerberg, CEO Meta. 

Gayung bersambut, Dana White, bos UFC (Ultimate Fighting Championship), mengatakan siap memfasilitasi pertarungan itu jika keduanya benar-benar serius.

“Pertarungan terbesar sepanjang masa adalah Floyd Mayweather Jr. melawan Conor McGregor, tapi menurut saya pertarungan Musk melawan Zuckerberg ini tiga kali lipatnya,” ucapnya.

Perang Sindir

Semua bermula pada 1 September 2016.

Hari masih pagi. SpaceX, perusahaan penerbangan luar angkasa milik Musk, tengah mempersiapkan pra-peluncuran roket Falcon 9 yang membawa satelit AMOS-6. Semua tim sudah berada dalam posisinya. Hitung mundur dimulai. Sampai tiba-tiba…

DUARRR!!

Falcon 9 meledak di pad-nya tanpa sempat meluncur. Juru bicara SpaceX, Phil Larson, dalam pernyataannya ke pers menjelaskan bahwa insiden itu disebabkan karena anomali di tangki oksigen Falcon 9 yang merembet ke mesin propeller.

Zuckerberg menyampaikan kekecewaannya, “Saya sangat kecewa karena insiden ini telah menghancurkan satelit kami yang dipersiapkan untuk menghubungkan banyak orang di benua Afrika.”

Bentar, berarti Musk sama Zuckerberg tadinya kolaborasi, dong? 

Ya, satelit AMOS-6 yang dibawa Falcon 9 adalah satelit milik Facebook dan Eutelsat, perusahaan satelit asal Perancis. Musk, melalui SpaceX, menawarkan roketnya untuk membawa AMOS-6 mengorbit. Tapi, takdir pagi itu berkata lain.

Setahun kemudian dalam sebuah sesi Facebook Live, audiens menanyakan pendapat Zuckerberg soal kecemasan Musk atas perkembangan AI. Zuckerberg menjawab bahwa dia, nggak seperti Musk yang pesimistis, justru sangat optimistis melihat perkembangan AI.

Musk merespons, “Saya sudah bicara dengan dia soal ini. Pemahamannya tentang AI ternyata masih dangkal.”

Nggak berhenti sampai di situ, ketika Facebook tersandung skandal Cambridge Analytica pada 2018, Musk nggak menyia-nyiakan kesempatan ini buat ikut mempopulerkan campaign #DeleteFacebook.

Makin panas, perang sindir itu merembet hingga lingkaran terdekat mereka. Ketika Musk mengakuisisi X, Chris Cox, Chief of Product Meta, menyindir Musk yang langsung membuat kebijakan-kebijakan kontroversial. Dia juga menyatakan sedang mempersiapkan platform baru tandingan X.

Platform yang dimaksud Cox adalah Threads. Dibuat mirip seperti X, Threads langsung menuai serangan. Musk bahkan menggugat Meta atas dugaan pelanggaran rahasia perusahaan dan pembajakan karyawan.

Zuckerberg merespons dengan menunjukkan penyensoran X untuk kata “Threads” dan menyindir Musk lewat emoji menangis. Puncaknya, seperti yang Ladies baca di awal, Musk menantang Zuckerberg buat menyelesaikan perselisihan mereka di atas ring.

Selain sindir-menyindir yang bikin mereka jadi emosian gini, baik Musk maupun Zuckerberg sama-sama punya rekam jejak kurang baik yang juga sempet menyedot perhatian publik.

Perang Skandal

Sebagian kalangan bilang kalo kritik Musk sebenernya valid karena Zuckerberg dan Meta emang terbukti melakukan pelanggaran privasi.

Organisasi Konsumen Eropa (BEUC), misalnya, menduga Meta melakukan pengumpulan data ilegal dari ratusan juta pengguna Facebook dan Instagram di Eropa buat menganalisis orientasi seksual, kondisi emosional, hingga kerentanan terhadap adiksi tanpa persetujuan pengguna.

Meta kemudian terbukti melanggar regulasi mengenai perlindungan data dan didenda sebesar 1,3 miliar dolar AS.

Dan, tentu yang jadi sorotan terbesar adalah skandal Cambridge Analytica. Skandal ini terkuak pada 2018 ketika surat kabar The Guardian dan New York Times memuat kesaksian seseorang yang bekerja di Cambridge Analytica bahwa perusahaan itu telah mengumpulkan data 87 juta profil Facebook secara ilegal.

Diketahui, data tersebut dikumpulkan untuk membuat pemodelan perilaku pengguna untuk pemodelan perilaku politik di Pemilu AS 2016. Skandal ini makin panas karena salah satu tim pemenangan Donald Trump, Steve Bannon, merupakan Vice President Cambridge Analytica.

Gimana dengan Musk?

Baca juga :

Pemeliharaan Luar Angkasa: Pendekatan Unik Air Company untuk Memecahkan Tantangan Makanan Luar Angkasa NASA

Musk juga sempat beberapa kali jadi headline karena skandal-skandalnya, salah satunya adalah dugaan pelecehan seksual.

Seorang awak kabin SpaceX pernah menceritakan tindak pelecehan seksual yang dilakukan Musk pada 2018. Korban bilang bahwa kejadian itu bermula ketika sang bos menyuruhnya masuk ke ruangan pribadi. 

Sesampainya di ruangan, tiba-tiba Musk melakukan tindakan tidak senonoh yang mengarah pada pelecehan seksual.

Kasus ini berakhir setelah Musk sepakat melakukan ganti rugi sejumlah uang dengan syarat korban berjanji tidak melanjutkan kasus ini ke pengadilan.

Selain itu, nggak lama setelah mengambil alih Twitter, Musk langsung memecat nggak kurang dari 6 ribu karyawan. Selain efisiensi, aktivitas-aktivitas yang dianggap “tidak produktif” seperti tidur-tiduran, bermain di ruang santai, atau sekadar duduk-duduk di perpustakaan kantor jadi alasan pemecatan.

Musk langsung banjir respons dan kritik karena dianggap hanya mementingkan kepentingan pribadi dan tidak menghargai karyawannya. Sebagian karyawan yang dipecat bahkan mengaku terkejut karena akunnya ke server internal Twitter langsung diputus tanpa pemberitahuan apapun.

Terus, gimana kelanjutan ribut-ribut ini?

Penasaran? Download Newfemme sekarang dan temukan jawabannya!