MCAS: Biang Kerok Jatuhnya Boeing

MCAS: Biang Kerok Jatuhnya Boeing

Teknologi 103

Hari itu, 29 Oktober 2018, jam menunjukkan pukul 6.20 pagi. Setelah mengecek seluruh persiapan keberangkatan, Kapten Bhavye Suneja meminta izin kepada Air Traffic Control (ATC) Bandara Internasional Soekarno Hatta untuk lepas landas. 

Shop with Me

DVINE COLLAGEN
IDR 980.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
LegoriS
IDR 35.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Poise Day Cream Lumwhite + SPF Tube 20 gr - Whitening Day Cream
IDR 18.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Zinc Zink Capsule Tiens Original Suplemen Vitamin Penambah Nafsu Makan Anak Peninggi Penggemuk Badan Dewasa Anak Kecerdasan Otak Permanen ampuh Obat herbal Alami Termurah Isi 60 Kapsul
IDR 152.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang

ATC memberikan sinyal positif, lalu pilot Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 tujuan Pangkal Pinang itu mendorong tuas. Membawa 181 penumpang dan 8 awak kabin, pesawat dijadwalkan tiba di tujuan pukul 7.20.

Pukul 6.33 atau 13 menit setelah lepas landas, pesawat tiba-tiba hilang kontak. Basarnas segera diterjunkan untuk melakukan pencarian di perairan Karawang, titik terakhir yang diketahui.

Basarnas, diperkuat kesaksian warga lokal, mengabarkan informasi pilu: Lion Air JT-610 jatuh ke laut dan tidak ditemukan satu pun penumpang yang selamat. 

Lima bulan berselang, Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan 302 mengalami nasib serupa yang menewaskan 157 penumpang. Dua tragedi yang terjadi dalam jarak berdekatan ini memiliki satu kesamaan: terjadi pada seri pesawat Boeing 737 Max 8.

Tanda tanya besar timbul di benak banyak orang. Apa penyebabnya?

Malapetaka dari Dalam Kokpit

Sebagai generasi keempat, Boeing 737 Max 8 dirancang untuk menandingi kompetitornya, Airbus A320neo. Berbeda dengan Boeing 737 biasa, seri ini memiliki mesin dan kapasitas yang lebih besar, pemakaian bahan bakar yang lebih irit, dan jejak karbon yang lebih sedikit.

Bukan cuma perubahan dari segi “hardware”, Boeing 737 Max 8 juga mengalami modifikasi dalam “software”-nya. Agar pilot dapat memahami perubahan ini dengan cepat dan menghemat biaya, Boeing memberikan pilot pelatihan kilat lewat komputer, tak harus mengikuti kelas atau memainkan simulator. 

Laura Einsetlerm, seorang pilot dengan pengalaman terbang lebih dari 30 tahun, memberikan kesaksian bahwa ia tidak diberikan instruktur atau panduan yang memadai tentang sistem baru ini. Seorang pilot mau tak mau hanya bisa berharap pada cuaca cerah dan baik, lanjutnya.

Sadar akan malapetaka di depan mata, para pilot sempat menyampaikan protes. Namun,  respons yang diberikan Boeing tak memuaskan mereka. Boeing seolah-olah membiarkan pilot mencari jawabannya sendiri.

Hingga malapetaka itu benar-benar terjadi.

Investigasi gabungan yang dilakukan otoritas Indonesia, Ethiopia, dan AS menemukan kesamaan: Lion Air JT-610 dan Ethiopian Airlines 320 jatuh menukik tiba-tiba.

Rekaman black box Lion Air JT-610 memperlihatkan data kecepatan dan ketinggian Lion Air JT-610 yang naik-turun dalam waktu sangat berdekatan, menandakan hilangnya kendali pilot atas pesawat.

Setelah dilakukan investigasi mendalam, terungkap bahwa biang kerok dari tragedi ini adalah software terbaru Boeing 737 Max 8, Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).

MCAS sebenarnya dibuat untuk melindungi pesawat dari manuver berbahaya, seperti tingginya posisi hidung pesawat yang dapat menyebabkan stall atau kondisi hilangnya daya angkat pesawat.

Apabila sensor mendeteksi adanya manuver berbahaya ini, maka MCAS secara otomatis mendorong hidung pesawat ke bawah tanpa memberi kesempatan pilot untuk mengintervensi.

Ironisnya, dalam kedua tragedi ini, sensor MCAS memberikan informasi keliru. Ketika MCAS mengarahkan hidung pesawat ke bawah, pilot sekuat tenaga mengarahkannya kembali ke posisi semula.

Inilah alasan mengapa rekaman blackbox menunjukkan grafik ketinggian pesawat yang naik-turun secara drastis. Gejolak ini mengakibatkan sistem kokpit mengalami error yang fatal. Dengan hidung yang masih mengarah ke bawah, pesawat menukik dengan kecepatan tinggi sebelum menghantam daratan.

Ngeri juga, ya...

Akibat kelalaian Boeing selama proses produksi dan pengawasannya yang menyebabkan dua tragedi ini, Departemen Kehakiman AS mewajibkan Boeing membayar kompensasi sebesar 2,5 miliar dolar AS (sekitar Rp 35 triliun) untuk keluarga korban.

Semoga tragedi ini nggak bikin Ladies jadi takut naik pesawat, ya.

Tapi tenang aja, Ladies bisa temukan tips-tips mengatasi rasa takut di Newfemme!