Exposure Terapi, Benarkah Anggapan Bahwa Ketakutan itu Seharusnya Dilawani?

Exposure Terapi, Benarkah Anggapan Bahwa Ketakutan itu Seharusnya Dilawani?

Kesehatan 423

Exposure terapi atau terapi pemaparan adalah jenis terapi perilaku kognitif yang dilakukan dengan cara memaparkan ketakutan seseorang dalam kondisi lingkungan yang aman. Artinya, ketakutan tersebut diperlihatkan ketika seseorang secara sadar lingkungan di sekitarnya tidak berbahaya. 

Shop with Me

Azzura Two Way Cake
IDR 27.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Toples Kaca Penyimpanan Makanan Bamboo Cover - YS-7061
IDR 61.600
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Coffe Latte with others flavor
IDR 21.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Wardah UV Shield Essential Sunscreen Gel SPF 30 PA +++ 40 ml
IDR 35.500
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang

Kondisi yang Bisa Dikelola dengan Exposure Therapy

Exposure therapy umumnya sering dilakukan oleh orang dengan fobia tertentu, asalkan mereka berkomitmen dan mau menyelesaikannya. Terapi ini mungkin terlihat mengerikan karena seseorang akan dihadapi dengan ketakutannya, tetapi tentunya ini akan berakhir baik di kemudian hari. Exposure therapy bermanfaat untuk mengelola beberapa kondisi kesehatan mental, seperti:

  • Acute stress disorder

  • Agoraphobia dan fobia lainnya

  • Complex post-traumatic stress disorder (PTSD)

  • Generalized anxiety disorder (GAD)

  • Obsessive-compulsive disorder (OCD)

  • Panic disorder.

  • Post-traumatic stress disorder (PTSD)

  • Social anxiety disorder

  • Eating disorders

Exposure therapy sering digunakan untuk mengelola fobia

Jenis Exposure Therapy

Melalui exposure therapy, seseorang akan belajar untuk menghadapi ketakutannya. Mereka perlahan akan membentuk keyakinan baru yang lebih realistis terhadap hal-hal yang ditakuti. Kedepannya, ketakutan tersebut dapat dihadapi dengan lebih baik dan lebih nyaman. Terapi pemaparan terdiri dari beberapa macam:

1. Imaginal exposure therapy

Seseorang akan diajak untuk membayangkan dengan jelas hal, situasi, atau aktivitas yang ditakutinya. Misalnya orang dengan hemophobia diajak untuk membayangkan darah.

2. In vivo exposure therapy

Seseorang diminta untuk menghadapi langsung hal, situasi, atau aktivitas yang ditakutinya. Misalnya orang dengan acrophobia diajak untuk menyebrang jembatan penyebrangan.

3. Interoceptive exposure therapy

Seseorang akan dipicu untuk merasakan gejala fisik dari ketakutannya agar mereka belajar bahwa sebenarnya itu tidak berbahaya meskipun gejalanya menyebabkan ketidaknyamanan. 

4. Virtual reality exposure therapy

Menggunakan teknologi realitas virtual untuk mensimulasikan hal, situasi, atau aktivitas yang ditakuti ketika terapi in vivo tidak berhasil sepenuhnya. Misalnya dengan menggunakan alat agar menciptakan kondisi dalam pesawat.

Cara Kerja

Lamanya exposure therapy akan bervariasi. Beberapa hal yang memengaruhinya adalah tingkat keparahan ketakutan, kompleksitas kondisi kesehatan mental, dan kesediaan untuk berkomitmen. Semakin cepat toleransi meningkat maka semakin cepat terapi dapat diselesaikan. Proses berjalannya terapi umumnya seperti berikut:

  1. Setelah sebelumnya diidentifikasi penyebab munculnya ketakutan atau kecemasan, maka terapis akan memulai proses terapi dengan memaparkan sesuatu yang memicu rasa takut. Entah itu hal tertentu, situasi, atau aktivitas.

  2. Biasanya paparan tersebut dilakukan secara bertahap. Awalnya mungkin dirangsang dengan pemicu rasa sakit versi ringan.

  3. Seiring berjalannya waktu, terapis kemudian akan meningkatkan rangsangan menjadi lebih berat, namun tetap dalam kondisi yang nyaman.

  4. Exposure therapy tidak hanya dilakukan sekali, tetapi frekuensinya akan disesuaikan dengan kemajuan terapi.

Proses berjalannya terapi akan terjadi secara bertahap

Sudah paham belum Ladies? Biar lebih paham lagi, Newfemme berikan contohnya. Misalnya, seseorang takut terhadap ular. Maka sesi pertama dari exposure therapy adalah dengan memaparkan gambar ular. Pada sesi berikutnya, terapis mungkin membawa ular asli yang diletakkan di dalam kandang. Kemudian di sesi ketiga, terapi mungkin meminta seseorang untuk memegang ular.

Jangan Lakukan Seorang Diri

Mungkin ada beberapa orang yang menganggap bahwa terapi ini dapat dilakukan seorang diri karena hanya butuh dirangsang dengan rasa takut. Ketahuilah bahwa semuanya akan lebih baik jika dilakukan di bawah pengawasan terapis. Hal ini karena jika dilakukan sendiri, ketakutan atau kecemasan mungkin akan semakin memburuk hingga menyebabkan trauma.

Jadi, exposure terapi dilakukan dengan cara memaparkan hal, situasi, atau aktivitas yang memicu ketakutan atau kecemasan dengan kata lain, ketakutannya harus dilawan. Terapi ini banyak dilakukan untuk mengelola rasa takut pada fobia tertentu. Jika Ladies punya pertanyaan lain, tuliskan di kolom komentar ya!