Sleep Latency, Waktu yang Dibutuhkan untuk Seseorang agar Tertidur

Sleep Latency, Waktu yang Dibutuhkan untuk Seseorang agar Tertidur

Kesehatan 587

Sleep latency adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, terutama setelah mematikan lampu. Idealnya waktu tersebut berkisar antara 10-20 menit. Jika waktunya lebih cepat dari itu, biasanya seseorang sedang kurang tidur dan kelelahan. Sementara jika waktunya lebih panjang, mungkin diakibatkan karena tidak lelah atau sedang mencoba untuk terlelap lebih awal.

Shop with Me

Wardah UV Shield Essential Sunscreen Gel SPF 30 PA +++ 40 ml
IDR 35.500
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Poise Facial Foam
IDR 15.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Flowest Collagen drink
IDR 120.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Theraskin Oil Control Facial Wash240mL
IDR 81.840
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang

Sleep latency penting karena dapat menunjukkan apakah seseorang memiliki kualitas tidur yang cukup dan baik. Kurang tidur dapat berdampak serius pada kehidupan sehari-hari, seperti sulit berkonsentrasi, perubahan suasana hati, dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan. Kondisi tersebut juga bisa mengakibatkan berkembangnya beberapa kondisi kesehatan, seperti:

  • Diabetes

  • Penyakit jantung

  • Kegemukan

  • Infeksi

  • Depresi

  • Anxiety 

Sleep Latency Terlalu Panjang

Sleep latency yang terlalu panjang menandakan seseorang butuh waktu lebih dari 20 menit untuk tertidur di malam hari. Dua contoh faktor yang memengaruhinya adalah tidur siang terlalu lama dan mengalami nyeri kronis. Memiliki latensi tidur yang lebih lama terkadang menjadi pertanda adanya insomnia. Hal ini dapat menyebabkan seseorang frustasi karena tidak punya waktu tidur seperti yang diharapkan.

Insomnia sebabkan sleep latency menjadi panjang

Sleep Latency Terlalu Pendek

Sleep latency yang terlalu pendek menandakan seseorang langsung tertidur ketika sudah bersiap. Biasanya, ini terjadi karena seseorang kurang tidur atau kebiasaan minum alkohol, sehingga hutang tidur semakin menumpuk. Ada pula kondisi lain yang menyebabkan pendeknya sleep latency seperti narkolepsi dan hipersomnia idiopatik, yang menyebabkan rasa kantuk berlebihan di siang hari.

Kurang tidur akibatkan sleep latency menjadi pendek

Pengukuran

Waktu yang dibutuhkan untuk terlelap itu dapat diukur, pergilah ke salah satu penyedia layanan kesehatan untuk memeriksanya karena mungkin tidak akan akurat jika dilakukan sendiri. Secara umum, ada 3 cara untuk mengukur latensi tidur, yaitu polysomnogram, multiple sleep latency test, dan maintenance of wakefulness test. Berikut ini penjelasan lengkapnya.

1. Polysomnogram

Pada tes ini, seseorang akan diminta untuk tidur semalaman di laboratorium tidur rumah sakit atau sleep center. Pemeriksaan ini akan menggunakan sensor yang dipasang ke tubuh untuk mengukur data aktivitas otak, aliran udara, gerakan dada dan perut, kadar oksigen dalam darah, denyut nadi, gerakan kaki, dan volume dengkuran.

Polysomnogram dapat mendeteksi seberapa cepat seseorang memasuki tahap tidur dalam untuk menentukan apakah sleep latency-nya pendek, panjang, atau justru ideal. Pengukurannya dimulai saat teknisi mematikan lampu kamar dan kemudian akan berhenti ketika gelombang otak menunjukkan seseorang telah tertidur.

2. Multiple Sleep Latency Test (MSLT)

Tes ini biasanya dilakukan pada seseorang yang mengalami kantuk berlebihan di siang hari, yaitu pada kondisi narkolepsi dan hipersomnia idiopatik. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan seseorang untuk tidur siang 4-5 kali dalam selang waktu 2 jam. 

Jika orang tersebut tidak terlelap dalam waktu 20 menit, maka tidur siangnya dibatalkan dan sleep latency dicatat sebagai 20 menit. Jika orang tersebut bisa tertidur, maka teknisi akan merekam aktivitas otak selama 15 menit berikutnya dengan berfokus pada apakah tidur tersebut dapat memasuki tahap REM (deep sleep).

Hasil tes ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kurang tidur beberapa hari ke belakang, konsumsi obat-obatan, dan tingkat aktivitas. Maka dari itu, pemeriksaan ini biasanya dilakukan sehari setelah polysomnogram untuk menunjukkan apakah seseorang sudah cukup tidur di malam sebelum MSLT dijalankan.

3. Maintenance of Wakefulness Test

Tes ini melihat seberapa lama seseorang dapat menahan untuk tidak tertidur. Biasanya dijalankan pada orang dengan sleep apnea atau narkolepsi. Seseorang akan duduk tegak di dalam ruangan yang remang-remang dan diminta untuk tetap terjaga selama mungkin. Gelombang otak akan direkam untuk menganalisis sleep latency, total waktu tidur, dan sleep stages.

Cara Meningkatkan Sleep Latency

Gampangnya, jika mengalami masalah tidur, maka coba periksalah sleep latency-nya. Nyeri kronis dapat menyebabkan seseorang sulit untuk tidur, maka sebaiknya kondisi tersebut harus diobati terlebih dahulu. Sementara itu, kalau sulitnya tidur disebabkan oleh adanya banyak kecemasan di malam hari, maka cobalah untuk meningkatkan aktivitas fisik agar tubuh butuh waktu lebih banyak untuk istirahat.

Di sisi lain, jika waktunya yang terlalu pendek disebabkan oleh kurang tidur, maka strategi untuk mengatasinya adalah dengan mengubah gaya hidup. Misalnya kalau terlalu banyak bekerja sehingga meningkatkan hutang tidur, maka cobalah untuk membuat prioritas. Di sisi lain, kalau disebabkan oleh masalah medis lain, maka lakukan pengobatan atau mintalah perawatan medis.

Jadi, orang dengan mengalami nyeri kronis dan kebanyakan tidur siang cenderung memiliki latensi tidur yang panjang, sementara orang yang kurang tidur, narkolepsi, atau hipersomnia idiopatik cenderung punya latensi tidur lebih panjang. Ladies termasuk yang mana nih? Yuk berikan komentar di bawah ya!