Mengenal Mansplaining dan Dampaknya di Lingkungan Kerja

Mengenal Mansplaining dan Dampaknya di Lingkungan Kerja

Gaya Hidup 89

Pernahkah kamu dianggap remeh, tidak mengerti masalah, atau sering dipotong pendapatnya hanya karena kamu perempuan?

Jika pernah, kemungkinan besar kamu sedang mengalami apa yang disebut dengan mansplaining. Apa itu mansplaining?

Pengertian Mansplaining

Istilah mansplaining pertama kali digunakan oleh penulis Rebecca Solnit, dalam kumpulan esainya yang berjudul Men Explain Things to Me: Facts Didn’t Get In Their Way (2008).

Dalam salah satu esainya, ia membahas seorang laki-laki yang menggurui dan merendahkan pendapat seorang perempuan tentang sebuah buku.

Tanpa disadari, perempuan yang ia rendahkan pendapatnya ternyata adalah penulis buku itu, yang tak lain adalah Solnit sendiri.

Serupa dengan apa yang dibahas Solnit, kamus Merriam-Webster mendefinisikan mansplaining sebagai cara laki-laki menjelaskan sesuatu kepada perempuan dengan nada merendahkan dan menganggapnya tidak memiliki pengetahuan tentang topik yang sedang dibahas.

Dalam dunia kerja, mansplaining tidak hanya berdampak bagi korban, melainkan juga bagi kesehatan di lingkungan kerja secara umum.

Apa saja dampak tersebut?

Dampak Mansplaining di Lingkungan Kerja

1. Memunculkan Rasa Tidak Percaya Diri

Secara langsung maupun tidak, mansplaining membuat seseorang menjadi ragu akan wawasan, pengetahuan, dan kompetensinya sendiri akibat terlalu seringnya ia tidak dihargai dan tidak diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat.

Sebaliknya, kepercayaan diri akan muncul dan menguat apabila seseorang diberikan cukup ruang untuk menyampaikan pendapat dan berkreasi sesuai kemampuannya.

2. Mengurangi Partisipasi

Dampak selanjutnya adalah mengurangi partisipasi individu di lingkungan kerja. Rasa tidak percaya diri yang muncul bisa membuat seseorang enggan untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi. Jika hal ini terus berlanjut, kolaborasi dan inovasi di tempat kerja juga akan berkurang.

3. Memperkuat Stereotipe Gender

Mansplaining didasarkan pada asumsi bahwa laki-laki memiliki pengetahuan, kecerdasan, dan kompetensi yang lebih unggul dibandingkan perempuan. Imbasnya, asumsi yang tidak fair dan tidak objektif ini hanya akan memperkuat stereotipe gender dan melemahkan upaya-upaya pemberdayaan perempuan yang telah dilakukan.

4. Menimbulkan Benih Konflik

Konsekuensi logis dari munculnya rasa tidak percaya diri, rendahnya partisipasi, dan penguatan stereotipe gender di lingkungan kerja adalah timbulnya benih-benih konflik. Layaknya bom waktu, benih-benih konflik ini akan meledak sewaktu-waktu apabila tidak ditangani secara profesional.

5. Menurunkan Produktivitas

Dampak paling ujung dari mansplaining dalam lingkungan kerja adalah penurunan produktivitas akibat konflik yang perlahan muncul dan kerja sama yang sudah tidak lagi terjalin dengan baik. 

Berbeda pendapat di lingkungan kerja adalah hal yang sangat wajar. Namun, ketika perbedaan pendapat itu dilakukan dengan cara meremehkan, merendahkan, atau melecehkan maka akan muncul dampak-dampak negatif yang tidak seharusnya muncul.

Dengan potensi dampak-dampak negatif yang akan dihasilkan, maka penting bagi semua orang untuk menghargai pendapat orang lain dan menghindari perilaku mansplaining agar tercipta lingkungan kerja yang sehat.

Suka informasi menarik ini? Download aplikasi Newfemme untuk informasi-informasi menarik lainnya!