Penyebab, Faktor Risiko, Cara Diagnosis, serta Cara Cegah Depresi

Penyebab, Faktor Risiko, Cara Diagnosis, serta Cara Cegah Depresi

Kesehatan 686

Melanjutkan artikel sebelumnya, pada artikel ini akan membahas mengenai penyebab, faktor risiko, cara mendiagnosis, serta cara mencegah depresi. Namun tentu saja, yang bisa menentukan seseorang terkena depresi atau tidak hanya tenaga kesehatan terkait seperti psikolog dan psikiater, ya!

Shop with Me

Wardah UV Shield Essential Sunscreen Gel SPF 30 PA +++ 40 ml
IDR 35.500
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Posh Hijab body spray 150ml
IDR 18.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
ALOHILOHI PAKET SET BRIGHTENING GLOWING BPOM
IDR 190.500
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang
Decant MYKONOS Berry Caramel Pancake
IDR 6.000
Gratis Ongkir NewFemme
Beli Sekarang

Penyebab depresi

Ada beberapa kemungkinan penyebab depresi, baik karena alasan biologis atau penyebab-penyebab tidak langsung. Penyebab umum depresi meliputi:

  1. Aktivitas kimia otak

Ada kemungkinan bahwa depresi terjadi akibat ketidakseimbangan senyawa kimiawi di bagian otak yang mengatur suasana hati, pikiran, tidur, nafsu makan, dan perilaku.

  1. Perubahan tingkat hormon

Perubahan hormon wanita estrogen dan progesteron selama periode waktu yang berbeda seperti selama siklus menstruasi, periode postpartum, perimenopause, atau menopause semua dapat meningkatkan risiko seseorang untuk depresi.

  1. Riwayat keluarga

Risiko terkena depresi lebih besar jika memiliki riwayat keluarga depresi atau gangguan mood lainnya.

  1. Trauma masa kecil

Peristiwa traumatis di masa lalu dapat mempengaruhi cara tubuh bereaksi terhadap ketakutan dan situasi stres.

  1. Struktur otak

Ada risiko lebih besar untuk terkena depresi ketika lobus frontal otak kurang aktif. Namun, para ilmuwan belum tahu apakah ini terjadi sebelum atau setelah timbulnya gejala depresi.

  1. Kondisi medis

Kondisi tertentu dapat menyebabkan risiko depresi yang lebih tinggi, seperti penyakit kronis, insomnia, nyeri kronis, penyakit parkinson, stroke, serangan jantung, dan kanker.

  1. Penggunaan zat kimia tertentu

Riwayat penyalahgunaan zat kimia termasuk alkohol dapat meningkatkan risiko depresi.

  1. Rasa sakit

Orang yang merasakan sakit, baik fisik maupun emosional secara kronis untuk jangka waktu yang lama lebih mungkin untuk menderita depresi.

Faktor risiko depresi

Faktor risiko depresi dapat berupa biokimia, medis, sosial, genetik, atau keadaan. Faktor risiko umum dari depresi meliputi:

  1. Jenis kelamin

Prevalensi depresi berat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria.

  1. Genetika

Kemungkinan depresi lebih besar pada orang yang memiliki riwayat gangguan kesehatan mental pada keluarganya.

  1. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi, termasuk masalah keuangan dan status sosial yang rendah, dapat meningkatkan risiko depresi Anda.

  1. Obat-obatan tertentu

Obat-obatan tertentu, termasuk beberapa jenis kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dan beta-blocker dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi.

  1. Kekurangan vitamin D

Terdapat studi telah menghubungkan gejala depresi dengan kadar vitamin D yang rendah.

  1. Identitas gender

Risiko depresi untuk orang transgender hampir 4 kali lipat dari orang cisgender, menurut sebuah studi di tahun 2018.

  1. Penyalahgunaan zat

Sekitar 21 persen orang yang memiliki gangguan penggunaan zat (penggunaan zat atau oabt-obatan terlarang) juga mengalami depresi.

  1. Penyakit medis

Depresi dikaitkan dengan penyakit medis kronis lainnya. Orang dengan penyakit jantung sekitar dua kali lebih mungkin untuk mengalami depresi dibandingkan orang yang tidak, sementara hingga 1 dari 4 orang dengan kanker mungkin juga mengalami depresi.

Tes untuk mendiagnosis depresi

Tidak ada tes tunggal untuk mendiagnosis depresi. Tetapi, tenaga kesehatan terkait seperti psikolog dan psikiater dapat membuat diagnosis berdasarkan gejala dan evaluasi psikologis seseorang. Dalam kebanyakan kasus, mereka akan mengajukan serangkaian pertanyaan terkait dengan:

  • Suasana hati
  • Nafsu makan
  • Pola tidur
  • Tingkat aktifitas
  • Pikiran

Karena depresi dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan lainnya, tenaga kesehatan juga dapat melakukan pemeriksaan fisik dan memerintahkan pemeriksaan darah. Contohnya adalah masalah tiroid atau kekurangan vitamin D yang juga dapat memicu gejala depresi.

Penting untuk tidak mengabaikan gejala depresi. Jika suasana hati tidak membaik atau justru memburuk, segera konsultasikan dengan tenaga kesehatan, karena depresi adalah penyakit kesehatan mental yang serius dengan potensi komplikasi.

Jika tidak diobati, komplikasi depresi dapat mencakup:

  • Penambahan atau penurunan berat badan
  • Sakit fisik
  • Gangguan penggunaan zat
  • Serangan panik
  • Masalah hubungan
  • Isolasi sosial
  • Pikiran untuk bunuh diri
  • Menyakiti diri sendiri

Cara mencegah depresi

Depresi umumnya tidak dianggap dapat dicegah. Hal ini karena sulit untuk mengenali apa penyebabnya, sehingga mencegahnya menjadi lebih sulit. Tetapi, dengan beberapa tips di bawah ini setidaknya kita dapat mencegah epidode depresi berikutnya:

  • Olahraga rutin
  • Cukup tidur
  • Meminum obat dengan rutin jika memang diresepkan
  • Mengurangi stres
  • Membangun hubungan yang kuat dengan orang lain

Semoga dengan mengetahui mengenai penyebab, faktor risiko, cara mendiagnosis, serta cara mencegah depresi, kita dapat lebih aware baik terhadap kesehatan mental kita maupun orang lain ya, Ladies!

 

Sumber:

Albert P. R. (2015). Why is depression more prevalent in women?. Journal of psychiatry & neuroscience : JPN40(4), 219–221

Higuera, V & Saripalli, V. (2021). Everything You Need to Know About Depression (Major Depressive Disorder). Healthline. [online]. https://www.healthline.com/health/depression

Razzak, H. A., Harbi, A., & Ahli, S. (2019). Depression: Prevalence and Associated Risk Factors in the United Arab Emirates. Oman medical journal34(4), 274–282

Witcomb, G. L., et al. (2018). Levels of depression in transgender people and its predictors: Results of a large matched control study with transgender people accessing clinical services. Journal of affective disorders235, 308–315